Petra adalah kembaran Putra, namun berbeda nasibnya. Semenjak bapak mereka tertangkap KPK karena ketahuan mengorupsi dana penyedot WC di kotanya, Petra lebih memilih untuk mengikuti ibunya meninggalkan rumah kediamannya. Ibunya sangat malu akibat perilaku suaminya. Bukan karena korupsinya, tetapi karena hal yang dikorupsi tidak tampak keren.
Akibat tidak membawa bekal sepeserpu, akhirnya Petra dan Ibunya memulai hidup baru dari nol. Mereka tinggal di sebuah kos-kosan yang mampu diemis sedemikian rupa hingga berbandrol dana semampunya disetiap bulannya.
Walaupun kehidupannya bisa dikata dibawah sederhana, Petra dan Putra berada di kampus yang bernama sama. Sering kali Putra membarengi Petra jika berpapasan dijalan karena iba. Namun, setelah sesampainya di kampus mereka berdua memiliki peran yang berbeda. Putra sebagai mahasiswa dan Petra sebagai cleaning service.
“Kok di lepas sih peluknya? Empuk tau,” ujar Petra sedikit kurang ajar.
“FAAAAAAAKK! Kamu ngapain ada di sini?!” tanya Nia sembari menyilangkan tangan di dadanya.
“Haha, bercanda! Aku kesini di suruh Putra buat nyampaiin sesuatu.”
“Nyampaiin apa? Petra marah besar ya karena aku telat. AAAAA!!!” jerit Nia.
“Bukan, tapi kamu harus janji dulu jangan marah?” tanya Petra sembari menyodorkan kelingkingnya.
“Iya, janji.”
Nia pun mengikatkan kelingkingnya ke kelingking Petra untuk menyetujui sebuah janji. Seketika rasa penasaran penuh deg-degan menghinggapi jantung Nia.
“Petra..” ujar Petra belum rampung.
“Kamu ngapain? Aku tanyanya Putra, bukan Petra!”
Memang paras si kembar ini begitu mirip, banyak orang yang tidak bisa membedakan mereka berdua saat di mana saja. Nyaris tak ada perbedaan dari kedua anak ini. Bapak ibu mereka pun sering keliru ketika membedakan anaknya yang merojol bareng ini. Akibat susah dibedakannya, sampai-sampai mereka berdua pun susah untuk membedakan tentang siapa dirinya.
“Oh iya, maaf lupa. Gini, Putra hari ini gak bisa datang. Sekarang dia lagi gak enak badan. Lalu dia mengamanahkan aku buat nyampaiin ini ke kamu. Tapi, bukannya ketemu kamu malah ketemu gelandangan ngamuk, haha.”
“Sialan kamu! Haha, kirain dia marah,” sahut Nia dengan tawa lega.“Kalau bukan Putra, tadi itu siapa ya? Sudahlah..” tanya Nia dalam batin.
Nia berjalan pulang dengan penuh lega di dada. Menyanyi, meloncat-loncat bak bayi kelinci, dan berputar-putar di jalan ia lakukan untuk menghembuskan napas kebahagiannya. Namun, tak lama kemudian loncatan kecilnya tersendat. Ia sadar akan sesuatu.
“Lah, bukannya tadi Petra bilang kalau Putra lagi sakit yak? Ngapain aku malah seneng gini?” tanyanya pada diri sendiri yang tak tahu apa jawabnya.
bersambung...
ConversionConversion EmoticonEmoticon