Makna Lirik Lagu Indie Nadin Amizah

Berawal dari Atap (Bagian 2)


Selang beberapa detik, belasan lope mengunjungi fotonya, followersnya pun naik dua, hal itu sangat menggembirakan bagi Diki. Untuk kali ini, Nia tidak marah karena Diki merupakan sahabat terbaiknya sedari bangku sekolah dasar.

“Makasih ya Nia, kamu cantik banget deh pagi ini.”

“Ah, nggak cuma pagi ini kok. Kemarin, besok, dan lusa juga tetap cantik banget.”

Nilai kepedeannya melebihi nilai lope yang ia peroleh dari instagramnya. Mungkin inilah yang mendasari kenapa ia bisa mendapat foto yang dibanjiri lope maupun like disetiap uploadnya.

Sebenarnya, sudah lama Diki menaruh hatinya pada Nia, namun tak pernah sedikitpun Nia mengerti akan hal itu. Diki hanya bisa berharap dan terus berharap, tanpa mengeluh tentang semua yang terjadi. Ia takut untuk ungkapkan semua perasaannya, karena hubungan persahabatannya akan jadi taruhannya.

Sesekali Diki mengajak Nia jalan-jalan, seperti pada bulan lalu, tepatnya pada malam Jum’at kliwon. Diki mentraktir Nia di sebuah kafe yang sedang hits dan tidak jauh dari rumahnya. Yah, kira –kira 34Km lah dari rumahnya. Kafe tersebut bernama “Kafe In”, yang mungkin berartikan “masuk kafe”. Kafe ini hanya buka setiap malam Jum’at saja, karena selain malam Jum’at kafe ini digunakan untuk bersemedi.

Menu utama di Kafe In adalah Kepala Orok, sebuah hidangan yang terdiri dari bakso besar yang dicetak semirip mungkin dengan kepala bayi. Atas dari baksonya disobek dan mengeluarkan saos yang dicampur dengan otak sapi. Untuk minumnya, yang paling hits dari kafe ini adalah Ketuban Pecah. Terbuat dari perasan tomat yang di dalamnya berisi roti berbentuk janin.

Memang sekilas menjijikkan, namun untuk memperoleh status “hits”, Nia akan melakukan hal apapun. Diki sangat mengerti tentang kesukaan Nia, karena ia telah bersamanya selama lebih dari 13 tahun lamanya.

“Eh, makasih banget loh Dik buat malam ini!” ucap Nia sembari turun dari motor Diki.

“Jadi kamu hanya anggap aku adik selama ini?!”

“Ehh, bukan gitu maksudku Dik..” sambil mendadah-dadah menandakan tidak.

“Haha, santai aja kalik! Yaudah, istirahat sana. Aku pulang dulu ya?”

“Aku kira kamu marah, hehe. Iya Dik, sekali lagi makasih ya? Nanti kamu aku tag dah di instagramku. Ntar nama kamu di kepala bayinya ya? Haha,” tawa lepas Nia.

Mereka berdua memang sangat akur sejak kecil walau rumah mereka terbilang cukup jauh. Yah, mungkin 4 rumah sebelah kanannya rumah Diki.

Namun, sebenarnya ada sesuatu yang mengganjal di lubuk hati Nia. Namun Nia tak tahu sebenarnya apa yang ingin ia ucapkan kepada Diki di malam itu. Nia hanya bisa mengiba dan terus mengiba, berharap ganjalan tersebut akan tampak dan mampu terungkapkan untuk sebuah kelegaan.

Tiba-tiba wangsit datang, Nia tau apa yang hendak ia ujarkan. Mendadak ia berteriak ke arah Diki.
“Eh, Dik! Tunggu!!” teriak Nia dengan mengejar motor Diki.

bersambung...
Previous
Next Post »
Terimakasih atas kunjungannya, Salam #SobatJoa!