Makna Lirik Lagu Indie Nadin Amizah

Berawal dari Atap (Bagian 3)


“Ada apa Ni?” tanya Diki sambil mengerem mendadak.

“A..aku mau ngomong sesuatu.”

“Apa Ni? Buruan udah malem.. Takutnya Ibu kamu lempar panci lagi, apalagi sampai kompor gasnya sekalian. Haha.”

“Gini... Aku.. Sebenernya mau.... kamu....” ujar Nia terputus putus.

Jantung diki berdetak kencang, berharap sesuatu yang indah terlontarkan dari mulut Nia. Semoga impiannya dapat terwujud setelah mengajaknya jalam ketempat yang ia suka.

“Apa Nia? Ayo ucapkan, aku siap kok.”

“Ini, aku ingin kamu bawa helemmu pulang. Dari tadi ada yang kelupaan tuh apa, eh ternyata helem. Haha”

Kecewa sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Diki. Nia memang selalu memberi kenyamanan jika Diki berdekatan dengannya, namun semua itu hanyalah palsu semata. Akhirnya Diki pulang dengan beberapa embun di matanya.

“Sudah terlalu lama sendiri, Sudah terlalu lama aku asik sendiri. Lama tak ada yang menemani.. higs..” lantunan nyanyian Diki sambil mengusap air matanya. “Rasanya...” lanjut lantunan lagunya.

Sebelum sampai rumah, Diki sudah mematikan motornya. Ia pun menuntun motornya menuju pintu garasi yang masih tertutup.

“Kreeeeekkkk!!!” bunyi pintu garasi yang Diki buka dengan paksa.

“Diki!!! Udah ibuk bilang, pelan-pelan kalau buka garasi tuh!!!” teriak Ibu Diki dengan nada tinggi.

“Ma.. Maaf buk, diki kelepasan.”

Begitulah kejadian bulan lalu yang membuatnya sedikit terkecewakan dan mendapat sedikit amukan dari ibunya. Dengar-dengar, teman sekelasnya bilang jika banyak garis-garis merah di punggungnya ketika berenang bersama. Mungkin habis kerokan, karena tubuh Diki gak kuat jika kena angin malam.

Jam menunjukkan pukul sepuluh siang, jam istirahat pun datang. Nia langsung berlari menuju kantin sekolah yang berketepatan sekitar seratus meter dari kelasnya. Makanan favoritnya adalah nasi krispi saja, karena jika menggunakan ayam harganya akan naik.

Sebelumnya, Nia merupakan anak dari sepasang orang tua yang bisa dikatakan sederhana. Nia hanya mendapat uang saku sekitar sepuluh ribu di tiap paginya. Untuk memenuhi kebutuhan sekundernya, seperti kosmetik maupun pulsa, ia selalu menyisihkan uang jajannya dua ribu per hari.

Untuk itu, ia hanya memesan nasi krispi karena harganya hanya sekitar lima ribu. Untuk minumnya, dibandrol enol rupiah karena hanya air putih biasa. Kehidupan primernya ia minimkan daripada kebutuhan sekunder maupun primernya.

Saos adalah teman setia ketika daging tak mampu menemani. Itulah semboyan Nia ketika jajan di kantin kampus, dengan memaksimalkan apapun yang gratis. Ketika menikmati makanan kesehariannya, tiba-tiba mod Nia hilang ketika tiba seseorang dari pintu kantin langganannya.

“Eh, Nia. Makan apa tuh? Gilak, saosnya banyak amat. Ayamnya udah abis, Bro? Haha...” tanya Putri, musuh bebuyutannya di kampus.

bersambung...
Previous
Next Post »
Terimakasih atas kunjungannya, Salam #SobatJoa!