“Ini orang bego apa emang bego sih?! Setan palalu!!” teriak Nia dalam batin.
Nia masih mengelus-elus lehernya karena masih sedikit merasa sakit. Terlihat Pak Huda sedang menjampi-jampi air putih di atas meja makan dengan berduduk sila. Memang terlihat tak sopan, namun yang namanya ritual tidak bisa diganggu gugat.
“Kamu gak papa, Nia?” tanya Diki penuh perhatian.
“Gak papa kok, cuma agak perih dibagian sini,” sambil menunjuk leher.
“Sini aku tiup, hufff..”
Begitu so sweet, Diki meniup leher Nia dengan penuh cinta. Nia pun menikmati tiupan Diki dengan jijik.
“Waaaaaaaaaaa!!!!!!!!” “Plak!!”
Reflek Nia sangat bagus, ia menepuk nyamuk yang sedang hinggap di pipi Diki dengan cepat dan keras. Nyamuk itu langsung mati seketika, tetapi Diki terlihat seperti mau mati menyusul nyamuk itu.
“Eh, maafin aku Dik, aku gak sengaja. Kamu gak papa?! Abis kamu juga sih, won lehernya sakit malah di tiup, emang kelilipan!”
“Udah, gak papa kok. Maafin aku ya?” ujar Diki
“Heem,” sahut Nia sembari mengangguk dengan perlahan.
Diki masih terlihat malu dengan menundukkan kepalanya, sedangkan Nia terlihat bingung mau ngapain. Akhirnya Bu Iyem yang sedari tadi mengamati memberikan sebuah benda yang diharapkan mampu memecah keheningan kebingungan. Benda itu ia ambil dari kamarnya yang berhadapan dengan ruang makan.
“Saya pulang dulu ya?” tanya Pak Huda sambil melirik ke Bu Iyem.
Namun Bu Iyem mengabaikan Pak Huda dan malah menyodorkan benda yang dibawa dari kamarnya. Benda itu berbentuk bulat, seperti bola pingpong tapi terbuat dari karet.
“Nia, kamu ingat ini?” tanya ibu sembari menyodorkan benda itu.
“Ini apa bu?” jawab Nia bersamaan dengan diraihnya benda itu menggunakan tangan kanannya.
“Masak kamu lupa? Coba deh tanya Diki.”
Wajah ibu tampak tersenyum manis, Nia pun merasa sangat penasaran dengan benda yang ada di genggamannya tersebut. Ia bertanya-tanya dalam hati, namun tak mendapatkan jawaban apapun. Ia ingat-ingat dengan segenap daya pikir yang ia miliki, namun masih belum mendapatkan jawaban apapun mengenai benda apa yang dimaksud ibunda Diki tersebut.
Nia pun menatap Diki dengan wajah penuh penasaran. Namun Nia tak begitu yakin, karena wajah Diki juga penuh penasaran.
“Apaan, Dik?” sambil menunjuk benda yang ada di genggamannya.
Terlihat hanya menggelengkan kepalanya saja, Diki tak mampu mengujarkan kalimat maupun kata apapun.
“Itu benda kesukaan kalian dulu sewaktu bayi, kalian sering berebutan hanya untuk menggigit benda itu. Apa kalian masih ingat?” jelas ibu dengan diikuti pertanyaan.
Nia dan Diki saling bertatapan setelah mendengar penjelasan ibu. Perut Nia langsung mual seketika.
bersambung...
ConversionConversion EmoticonEmoticon